Rabu, 14 September 2016

FUTURE PROSPECTS OF THE INDONESIAN COAL MINING SECTOR



         The coal commodity of the 2000s generated significant profits for companies engaged in the export of coal. The rise in coal commodity prices was - to a large extent- triggered by accelerated economic growth in emerging. But this profitable situation changed with the outbreak of the global financial crisis in 2008 to cause coal commodity prices went down fast. 
          The beginning of 2011 coal commodity prices sharp rebound. However, reduced global economic activity has diminish demand for coal, thus resulting reduction coal commodity prices starting from early 2012. Apart from indolent global economic growth, there is also another factor at play. On the 2000s many new coal mining companies were established in Indonesian while existing coal miners has raised investment to expand production capacity. This caused supply's abundant and the more aggravated by wishes coal miners’ in the years 2010-2013 to produce and sell as much coal as possible - middle low coal prices - in order to generate revenue.
          Although the growing awareness to reduce dependency on fossil fuels, developments in renewable energy resources do not show an indication that dependency on fossil fuels will be reduced significantly in the future, thus coal still be a vital energy resource. Indonesian will get opportunity in the future and Indonesian is expected to become very involved in the process being a major player in the coal mining sector.

Kamis, 01 September 2016

HUJAN ASAM

A. PROSES TERJADINYA HUJAN ASAM

     Hujan asam adalah suatu peristiwa merugikan yang disebabkan oleh polusi udara. Hujan ini, sangat berbahaya bagi keberlangsungan ekosistem alam. Hujan asam disebabkan oleh 2 polusi udara, yaitu (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 dan NOx yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapai maupun kebakaran hutan secara alami.Sedangkan 50% lainnya berasalnya dari kegiatan manusia, misalnya akibat peleburan logam dan pembangkit listrik yang sumber energinya menggunakan bahan bakar fosil. Minyak bumi memiliki kandungan belerang sekitar 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Ketika sumber energi bahan bakar fosil di bakar, kandungan belerang tersebut beroksidasi menjadi sulfur dioksida SO2 dan lepas di udara. SO2 tersebut kemudian bereaksi dengan ion Hidrogen (+) yang berada di atmosfer, selanjutnya sulfur dioksida berubah menjadi Asam sulfat (H2SO4). Sekitar 50% nitrogen oksida terdapat di atmosfer secara alamiah, dan sekitar 50% lagi terbentuk akibat kegiatan manusia terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil (BBF). pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara,40-50% nitrogen dalam minyak mentah dan 100% nitrogen dalam minyak yang sudah diolah (bensin & solar). Semakin tinggi suhu pembakaran, maka semakin tinggi NOx yang dihasilkan. Selain itu NOx juga berasal dari aktivitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang mengandung nitrogen. Nitrogen oksida merupakan hasil sampingan dari aktivitas jasad renik tersebut. Di dalam tanah pupuk nitrogen yang tidak terserap tumbuhan akan mengalami proses kimia-fisika dan biologi sehingga menghasilkan nitrogen. Oleh kerena itu, semakin banyak menggunakan pupuk nitrogen, maka semakin tinggi pula produksi nitrogen dioksida NOx


     Senyawa sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NOx) akan terkumpul di udara dan akan naik ke lapisan troposfer dan tropopause, pada saat bersamaan bercampur dengan uap air. Disaat terjadinya curah hujan yang tinggi, zat asam ini terbawa oleh air hujan dan turun kebumi yang kemudian hujan tersebut dinamakan "hujan asam".

B. DAMPAK HUJAN ASAM

1. TUMBUHAN 

   Hujan asam yang larut bersama nutrisi di dalam tanah akan mengurangi bahkan menghilangkan kandungan nutrisi tersebut sebelum tumbuh-tumbuhan dapat mengkonsumsinya. Hujan asam juga dapat melepaskan zat kimia beracun seperti aluminium yang kemudian bercampur dengan nutrisi sehingga apabila tumbuhan mengkonsumsi nutrisi yang telah tercemar maka akan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan, mempercepat daun-daun berguguran, pohon-pohon akan terserang penyakit dan pada akhirnya akan mati. Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan memanfaatkan jenis batuan dan tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman. Ada juga beberapa spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk langsung menetralisir asam tanpa bantuan dari batuan yang bersifat basa.

2. HEWAN

     Zat asam yang berlebih di air laut ataupun di danau akan mengakibatkan sedikitnya spesies yang bertahan. Jenis plankton dan invertebrata merupakan spesies yang paling pertama mati akibat pengaruh air asam. Jika nilai pH di bawah 5 maka ada lebih dari 75% dari spesies ikan akan hilang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan yang secara signifikan berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. 

3. KOROSI 

     Hujan asam juga dapat mempercepat proses korosi pada material barbahan besi. Hujan asam juga dapat menyebabkan proses pelapukan pada batu gamping, marmer, serta bangunan seperti bangunan candi, patung, dan rumah. Hujan asam dapat merusak batuan dikarenakan hujan asam akan melarutkan kalsium karbonat dan menyebabkan penguapan pada material batuan yang kemudian akan mengkristal.  

C. UPAYA PENGENDALIAN DEPOSIT ALAM

     Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengendalikan deposisi asam ialah mengurangi atau bahkan menghindari penggunaan sumber energi yang dapat menimbulkan zat asam. Namun hal tersebut dapat berakibat buruk pada perekonomian global oleh sebab itu, cara yang paling efektif dan efisien adalah mengurangi atau menangkap zat pencemar udara akibat dari aktivitas manusia. 

1. MENGURANGI KANDUNGAN SULFUR SEBELUM PEMBAKARAN

     Kandungan sulfur dalam bahan bakar fosil dapat dikurangi dengan teknologi tertentu yang ada pada saat ini. Seperti hal-nya batubara, sebelum batubara dibakar batubara yang kaya akan kandungan mineral atau meterial anorganik biasanya akan dicuci terlebih dahulu menggunakan teknologi washing coal. Teknologi tersebut dapat mengurangi kandungan sulfur yang terdapat pada batubara.

2. PENGENDALIAN PENCEMARAN SELAMA PEMBAKARAN

     Teknologi Lime Injection in Multiple Burners (LIMB) dapat mengurangi emisi sulfur dioksida hingga 80% dan nitrogen dioksida 50%. Caranya ialah dengan menginjeksikan kapur ke dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan. Suhu pembakaran dapat diturunkan jika menggunakan teknologi yang memiliki fitur penurun temperatur pembakaran, contohnya alat pemanggang roti. Penurunan temperatur pembakaran mengakibatkan penurunan pembentukan nitrogen dioksida. 
      Untuk mengendalikan Asam sulfat yang terbentuk akibat pembakaran batubara, yaitu dengan cara gas buang dari cerobong dimasukan ke dalam fasilitas FGD (fle gas desulfurization). Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga sulfur dioksida dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3, selanjutnya gas buang didinginkan dengan air sehingga SO3 bereksi dengan air membentuk asam sulfat. Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum sintetis. Dengan demikian gas buang telah menjadi gisum sintetis dan terbebas dari sulfur dioksida.
      Prinsip dari FGD adalah mengikat sulfur dioksida di dalam gas buang di cerobong asap dengan menggunakan scrubbing. Dengan cara tersebut, sekitar 80% sulfur dioksida yang terbentuk dapat diikat. Kelemahan dari metode ini adalah output yang dihasilkan berupa limbah akan tetapi limbah tersebut dapat digunakan dalam dunia industri seperti dapat dijadikan pupuk dengan cara menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya. Selain dari pada itu gipsum hasil output dari pembakaran batubara dengan menggunakan ternologi LIMB dan FGD dapat digunakan sebagai bahan bangunan
 

Semoga dengan semakin berkembang dan majunya teknologi untuk mengendalikan polusi udara akibat dari pembakaran bahan bakar fosil, nilai jual batubara akan tetap bertahan dipasaran. Sekian dari saya terima kasih.